INFO BEKASI
-->

Jumat, 12 Juni 2020

Wakili Kapolri Rapat Bersama Gugus Tugas, Kabaharkam Polri Sampaikan Perkembangan Kasus Ambil Paksa Jenazah Covid-19

JAKARTA - Kabaharkam Polri, Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH, MH, selaku Kaopspus Aman Nusa II-Penanganan COVID-19, mewakili Kapolri mengikuti rapat koordinasi virtual pimpinan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Tingkat Nasional dari Ruang Rapat Baharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020.

Rapat yang dipimpin Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, ini beragendakan: kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19; isu masyarakat dibayar oleh rumah sakit untuk mengaku pasien COVID-19; penolakan masyarakat atas Rapid Test; dan peningkatan kasus positif di beberapa daerah.

Terkait penindakan hukum kepada masyarakat yang mengambil paksa jenazah pasien COVID-19, Kabaharkam Polri menerangkan, sudah ada empat laporan kepolisian (LP) dan 10 tersangka sudah ditangkap.

"Dari para pelaku yang sudah dilakukan pengkapan, ada beberapa tersangka reaktif COVID-19," ungkap Komjen Pol Agus Andrianto.

Sedangkan untuk kasus ujaran kebencian dan berita bohong, pihak kepolisian telah menangani sebanyak 107 kasus dengan 107 tersangka.

Selain melakukan penegakan hukum, Kabaharkam Polri menjelaskan, Kapolri juga telah memerintahkan jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasien yang meninggal dunia apakah positif COVID-19 atau negatif sehingga tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.

Adapun untuk pelaksanaan Rapid Test, Polri telah mengeluarkan petunjuk dan arahan kepada jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memrioritaskan kepada masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan pasien COVID-19 sehingga tidak menimbulkan penolakan.

"Untuk usia rentan diprioritaskan melakukan pemeriksaan Swab Test," imbuh Komjen Pol Agus Andrianto.

Rakor tersebut juga diikuti oleh Menko Polhukam, Menkes, Jaksa Agung, Kasum TNI, para Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, para Koordinator Bidang-Bidang dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, serta Koordinator Sub Bidang Gakkum dan anggota. (*/IN-001)

Selasa, 09 Juni 2020

Ikuti Arahan Prabowo, Gerindra Medan: Lengserkan Pemerintahan Yang Sah Sama Saja Makar

MEDAN - Isu untuk melengserkan Jokowi dianggap berlebihan dan tidak beralasan. Sebab, hingga saat ini tidak ada indikasi pelanggaran hukum maupun konstitusi yang dilakukan Jokowi. Hal itu diungkapkan Sekretaris DPC Gerindra Kota Medan, John Sari Haloho kepada Kantor Berita RMOLSumut, Minggu (7/6).

"Berdasarkan Pasal 7A U-ndang-Undang Dasar atau UUD 1945, presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Hal ini jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela," katanya.

Bencana Covid-19 yang turut dijadikan alasan pelengseran presiden juga tidak relevan. Sebab menurutnya, penanganan pemerintah Indonesia masih lebih baik jika dibanding dengan beberapa negara lain yang juga terdampak.

"Kami kader Partai Gerindra selalu taat asas dan konstitusi sesuai instruksi dari Ketua Umum kami, Bapak Prabowo Subianto. Kami akan mendukung pemerintahan yang sah yang dipilih rakyat dan dilantik secara konstitusional dan ikut mengamankan jalannya roda pemerintahan untuk kemakmuran dan keadilan rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia juga berharap agar orang-orang maupun pihak-pihak yang mencoba melengserkan pemerintahan yang sah agar berpikir lebih jernih.

"Ini sama dengan makar, jadi agar menahan diri saja," pungkasnya. (*/IN-001)

Kamis, 04 Juni 2020

Menelusuri Poros Kopi Sumatera, Medan

KENAPA MEDAN DIJULUKI POROS KOPI SUMATERA?

Melawat beragam kedai, bertemu petani, melacak kopi-kopi legendaris Sumatera.

Oleh Tonggo Simangunsong
Foto oleh Albert Ivan Damanik
Medan tak punya kebun kopi,” kata Suyanto Husein, “tapi kota ini sudah menjadi poros kopi Sumatera sejak 1800-an.”
Saya menemui Suyanto di Cerita Kopi, sebuah kedai di Medan yang dikelola oleh AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) cabang Sumatera Utara dan berperan layaknya “rumah kedua” bagi para anggota asosiasi senior ini. Suyanto jugalah seorang veteran di jagat perdagangan kopi. Terjun ke bisnis emas hitam sejak 1980-an, dia pernah memimpin perusahaan eksportir kopi Gunung Lintong dan menjabat Ketua AEKI.
Ditemani kopi panas, Suyanto mulai menuturkan sejarah kopi Mandailing, komoditas tersohor asal Sumut. Alkisah, pada abad ke-19, Belanda mulai menanam kopi di dataran tinggi Danau Toba, bagian dari Keresidenan Tapanuli yang beribukota Sibolga. Dari Toba, kebun kopi ini kemudian menyebar ke wilayah Dairi, Sipirok, Lintong Ni Huta, hingga Mandailing Natal. Mengandalkan sistem tanam paksa, Belanda menyulap Sumut menjadi salah satu lumbung kopi Nusantara.

Kiri-Kanan: Agunarta Manik, barista Saabas, memperlihatkan biji-biji Arabika kopi Simalungun di Pamatang Sidamanik; Salimin Djohan Wang, pemilik Kedai Repvblik Kopi.

Kopi Mandailing muncul dari latar itu, namun dengan sejarah yang berkelok janggal. Pada mulanya, namanya berarti “kopi asal Mandailing,” tapi komoditas ini lalu berkembang jadi semacam “merek generik” yang mewakili seluruh kopi asal Tapanuli, terlepas di mana kebun sebenarnya berlokasi.
“Saya masih ingat pada awal-awal 1980-an ketika Henry dari Nomura Jepang ingin mengirim kopi ke Jepang, dia menamainya kopi Mandailing meski kopinya berasal dari Lintong dan Sipirok,” kenang Suyanto. Ironisnya, perkebunan kopi di Mandailing kini sudah jauh meninggalkan masa jayanya.
Usai menyimak kisah kopi Mandailing, saya meluncur ke Kabupaten Simalungun untuk mengenal kopi lain khas Sumut yang berhasil menjala pasar internasional. Usai menaiki bus selama hampir empat jam, saya mendarat di Desa Sinaman II, Kecamatan Pematang Sidamanik. Di sini, saya menemui Ludi Antoni Damanik, petani kopi yang juga Ketua Koperasi Produsen Sumatera Arabica Simalungun.

Kiri-Kanan: Seorang pekerja pengolahan biji di Rumah Produksi Saabas, Pamatang Sidamanik; Aneka kopi hasil racikan Agunarta Manik, barista Saabas.

Toni menyandarkan hidupnya pada kopi Simalungun. Bersama istrinya, dia mengelola perkebunan kopi dan bisnis pemrosesan biji kopi. Saya bertamu ke rumahnya dan mencicipi hasil keringatnya. Di pojok ruang tamu terdapat mesin espresso dan berbagai alat seduh seperti gilingan biji, cerek leher angsa, dan V60 dripper. Beberapa menit berselang, secangkir double espresso terhidang di hadapan saya.
Kata Toni, perkebunan kopi di Simalungun berlangsung sejak zaman kakeknya, sekitar 1907. Pamor kopi ini sempat tenggelam setelah Nederlandsche Handel-Maatschappi membuka perkebunan teh di Sidamanik pada 1917 dan menggeser citra daerah ini sebagai produsen teh. “Sebenarnya, sebelumnya sudah ada kopi. Cuma tak seluas di daerah lain,” katanya.
Warga sekitar awalnya fokus menggarap varietas robusta, tapi seiring meningkatnya harga arabika pada awal 1990-an, mereka pun beralih. Pada 2013, grafik dagang kian membaik setelah para petani membentuk koperasi. Mereka mengedukasi pasar, memperbaiki pola budi daya, serta memperkuat posisi tawar dengan pembeli. “Dari semula hanya bisa [menghasilkan] sekitar satu kilogram per pohon, belakangan sudah bisa tiga hingga lima kilogram per pohon. Hasil panennya juga sudah bagus. Petani hanya memanen biji merah,” jelas Toni.

Proses pengemasan biji Arabika Simalungun, salah satu komoditas ekspor terlaris asal Sumatera.

Momen penting lain bagi bisnis kopi Simalungun datang pada 2015 saat pemerintah memberikan sertifikat Indikasi Geografis Kopi Arabika Simalungun kepada Pemkab Simalungun. Dengan sertifikat ini, kopi Simalungun menjadi terminologi dagang yang diproteksi autentisitasnya, bukan lagi merek generik yang boleh dicatut oleh daerah lain.
Toni mengajak saya berkeliling ke kebun kopi, lalu mengunjungi sebuah dapur produksi di belakang rumah yang menyimpan peralatan seperti mesin huller dan sangrai. “Ini honey process, tak banyak,” ujarnya seraya menunjukkan biji kopi dalam keranjang.
Selain pasar domestik, Toni dan para petani koleganya telah berhasil menjala pembeli dari luar negeri, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Timur Tengah. “Bahkan kopi Simalungun sudah dibeli Starbucks,” tambahnya bangga. “Sekarang tinggal bagaimana petani bisa konsisten menjaga kualitas.”
Kisah kopi Mandailing dan Simalungun hanyalah dua keping kecil dari mosaik besar kopi Sumut. Menengok zaman kolonialisme Belanda di Sumatera Timur, kopi Sidikalang adalah keping lain yang punya ceritanya sendiri. Saya menggali kisahnya di Kedai Apek di daerah Kesawan, titik nol kota Medan.
Kedai Apek merupakan salah satu garda penjaga tradisi first wave coffee movement di Medan. Kedai kopitiam ini dirintis pada 1922 oleh orang tua Apek, Thia A Kee dan Khi Lang Kiao. Setelah hampir seabad beroperasi, tempat ini setia menyajikan bubuk robusta Sidikalang yang dipadu dengan roti bakar srikaya dan telur ayam kampung setengah matang.

Kiri-Kanan: Petani memetik buah Arabika ranum di Desa Sinaman II, Simalungun; Fasad Kedai Apek, salah satu garda penjaga tradisi first wave coffee movement di Medan.

Kedai Apek menempati bangunan renta yang masih terlihat kokoh, meski sudah direnovasi di beberapa sudutnya, seperti terlihat pada zona seduh yang dialasi marmer. Di luar itu, tamu bisa menikmati duduk santai di antara perabot tua dan menyaksikan jam dinding kuno yang masih berputar.
Khas kopitiam, Kedai Apek menyajikan kopi yang dicampur gula atau susu kental manis (atau tepatnya “cairan kental manis tanpa susu”). Seperti terlihat di Kedai Apek, penggemar kopi jenis ini didominasi kalangan sepuh. Bila pun ada anak muda, umumnya turis yang ingin bernostalgia dengan masa lalu Medan sebagai kota yang dijuluki Parijs van Sumatra.

Kiri-Kanan: Putri Lestari, barista Cerita Kopi, kedai yang dikelola oleh Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia; Pekerja menimbang karung-karung berisi kopi siap ekspor di sebuah gudang di Medan.

Dari Kedai Apek, saya bergeser ke Repvblik Kopi, sebuah kedai yang mengadopsi karakter kopitiamdalam hal arsitektur, tapi menyediakan specialty coffee. Kedai ini menempati bangunan renta yang sudah dirombak, sekitar 25 meter dari situs bersejarah Gedung Juang 45. Interiornya masih memelihara ornamen berlanggam art nouveau, warisan khas Belanda semasa berkuasa di Sumatera Timur. “Memang mempertahankan gaya Belanda, tapi Belandanya sudah pergi,” ujar sang pemilik, Salimin Djohan Wang, dengan nada bercanda. “Hanya bagian dapurnya saja yang sedikit berbeda.”
Buku menu Repvblik Kopi hanya mencantumkan kopi dan segelintir camilan, contohnya roti srikaya dan pisang goreng. Baristanya menyeduh bubuk dengan peralatan dan teknik modern, termasuk syphonFrench press, dan Vietnam drip. Sedikit banyak Djohan mengagumi pendekatan bisnis Starbucks yang menjaga fokus bisnisnya sebagai kedai, bukan restoran. “Kedai kopi memang tempatnya orang minum kopi,” katanya. “Saya kagum dengan Starbucks yang berpegang pada prinsip itu.”

Suasana malam di Gerobak Kopi City Plus, lapak kopi populer di Jalan Setia Budi, Medan.

Sebagai poros kopi Sumatera, Medan juga menyerap kopi dari daerah lain, termasuk kopi Gayo asal Aceh. Salah satu alasannya ialah keberadaan Pelabuhan Belawan yang berperan sebagai gerbang ekspor kopi Sumatera. Menurut Ketua AEKI Sumut Saidul Alam, realisasi ekspor kopi melalui Pelabuhan Belawan hingga Maret 2019 mencapai 4.798.196 ton, mayoritas berjenis arabika. “Kopi Gayo merupakan yang salah satu yang terbesar volume ekspornya di antara kopi dari Sumut,” tambah Saidul.
Untuk mencicipi kopi Gayo, saya bertamu ke Sada Coffee milik Muhammad Mursada. Ketika saya datang, Mursada sedang asyik menyangrai kopi. Walau wajahnya letih, dia selalu semangat bila diajak bicara soal kopi.
Sada Coffee menempati sebuah rumah di Jalan Sei Bahorok, pindah dari lokasi sebelumnya di Jalan Teladan. “Di sini jelas lebih ramai,” kata Mursada. Maklum, Jalan Sei Bahorok berada di seputaran kawasan inti kota yang lazim dinamai “Medan Baru.” Tak jauh dari sini telah hadir kedai waralaba Anomali Coffee.

Kiri-Kanan: Muhammad Mursada, pemilik Sada Coffee, kedai yang mengandalkan kopi Gayo; Kopi dan camilan di meja Kedai Apek, tempat kongko legendaris yang dirintis pada 1922.

Sada Coffee menyeduh kopi Gayo yang dipanen dari kebun kopi milik keluarga di Tawar Miko, Kabupaten Aceh Tengah. Di sana, keluarganya menanam kopi dengan metode pertanian organik secara turun-temurun. Kualitasnya telah menyabet pengakuan nasional. Pada 2014, saat mengikuti lelang kopi garapan Specialty Coffee Association of Indonesia, Sada Coffee mendapat predikat kopi dengan harga lelang tertinggi untuk pengolahan semi-washed.
Untuk menilai rasa dan kualitas biji, Sada Coffee menyerahkannya kepada Mahdi Usati, Q-Grader dari Gayo Cuppers Team. “Saya bisa saja cupping kopi sendiri, tapi saya lebih suka orang yang menilainya, apalagi yang mengujinya adalah seorang cupper,” ucap Mursada.
Saya memesan sarabic atau sanger arabica. Di kedai-kedai kopi Aceh di Medan, istilah sanger sangatlah awam. Kopi ini biasanya terdiri dari bubuk robusta yang dicampur dengan susu kental manis dan disajikan dalam gelas kecil. Bedanya dengan Sada Coffee, biji yang dipakai jenis arabika.
Malam kian larut, tamu makin banyak, cangkir-cangkir sarabic meluncur ke banyak meja. Interior kedai kini dipenuhi obrolan yang tak berkesudahan. Rasa Aceh kian kental terasa. Sepenggal rasa Aceh di poros kopi Sumatera.
Panduan Tur KopiUntuk tur kebun kopi, pilih penerbangan ke Bandara Sisingamangaraja XII, lalu teruskan perjalanan via jalur darat ke Simalungun, Sidikalang, atau Humbang Hasundutan. Untuk wisata kedai di Medan, Anda mesti terbang ke Bandara Kualanamu.
Di kawasan Titik Nol, Kedai Apek (Jl. Hindu 37) menganut model kopitiam sejak 1922. Masih di kawasan bersejarah, Repvblik Kopi (Jl. Pemuda 19) menempati bangunan tua dan menyuguhkan kopi yang diracik dengan teknik modern. Bila ingin bertemu para anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, singgahlah di Cerita Kopi (Jl. Kirana Raya 38). Sementara jika ingin mencicipi kopi Gayo, kunjungi Sada Coffee (Jl. Sei Bahorok 19; sadakoffie.com) yang mengandalkan biji-biji dari kebun keluarga di Aceh Tengah. (*/IN-001)
Sumber: destinasian.co.id

Kamis, 28 Mei 2020

HL, Pendeta Cabul di Surabaya Terancam 20 Tahun dan Kebiri

JAKARTA - Pendeta HL berpenampilan trendi terduga cabul di Surabaya dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) hari ini Rabu 27/05 di Surabaya selain diancam pidana penjara 20 tahun penjara secara fisik tetapi HL juga terancam mendapat hukuman tambahan berupa kebiri (kastrasi) dengan suntik kimia.

Kejahatan seksual yang dilakukan pendeta yang konon jago khotbah ini adalah merupakan kejahatan luar biasa,  sebab dilakukan lebih dari 14 tahun sejak korban berusia 12 tahun hingga saat ini korhan telah berusia 26 tahun.

Peristiwa kejahatan seksual dilakukan pelaku secara berulang dan pelaku sadar betul bahwa korbannya adalah anak tak berdaya yang sesungguhnya harus dilindungi pelaku membenarkan bahwa pelaku dapat diancam 20 tahun pidana penjara dengan tambahan hukuman kebiri dengan suntikan kimia.

Dan disinyalir kejahatan seksual yang dilakukan HL ini diketahui bahkan diduga dibiarkan oleh istri pelaku yang juga berprofesi sebagai pendeta dan penulis buku terkenal tentang keluarga dan teologi, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum kepada sejumlah media di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rabu 27/05/20.

Kondisi inilah yang membenarkan bahwa pelaku dapat diancam dengan hukuman tambahan berupa kebiri dan pemasangan  alat pemantau "chip" untuk mengetahui keberadaan dan gerak gerik pelaku.

"Saya percaya bahwa Jaksa dan Hakim yang menangani perkara kejahatan seksual  ini akan bertindak profesional dan putudannya berkeadilan bagi korban", dan demi kepentingan terbaik dan keadilan hukum bagi anak sebagai korban, hakim juga akan memutus perkara ini secara maksimal karena kasus ini merupakan kejahatan luar biasa apalagi dilakukan oleh seorang yang berprofesi sebagai pendeta yang seyogianya melindungi korban," tambah Arist.

Lebih jauh Arist menyebutkan bahwa pencabulan yang menjadi korban adalah anak dibawah umur ini merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) apalagi kekerasan seksual  yang dilakukan dengan sadar dan dilakukan berulang-ulang.

"Saya hadir di proses persidangan di PN Surabaya  ini untuk monitoring sidang kasus kejahatan seksual  yang dilakukan oleh pemuka agama (pendeta) terhadap anak dibawah umur," kata Arist Merdeka Sirait saat ditemui di PN Surabaya.

Komnas Perlindungan Anak sendiri memberikan pesan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar dapat menggunakan pasal berlapis yakni UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak serta UU RI  Nomor 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak  dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

Sementara  pasal lain yang bisa menjerat terdakwa yaitu UU RI Nomor : 17 tahun 2016 dan minimal pelaku dapat dihukum 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara bahkan bisa dihukum seumur hidup dan ditambahkan dengan hukuman tambahan berupa kebiri lewat suntik kimia, karena dilakukan secara berulang-ulang.

Pupusnya gugatan praperadilan yang dilakukan pelaku terhadap Polda Jawa Timur membuktikan dan atau menandakan bahwa HL adalah pelaku yang layak diadili, tambah Arist.

Sementara itu, Jeffri Simatupang salah satu tim penasehat hukum terdakwa tidak sependapat dengan pernyataan Aris Merdeka Sirait. Jeffri menyebutkan kliennya tidak dapat diadili karena kasusnya sudah kedaluarsa lantaran baru dilaporkan 14 tahun setelah kejadian.

Dalam pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tidak ada hukuman seumur hidup,  adanya adalah hukuman maksimal 15 tahun penjara.

"Jadi bagi kami, klien kami tidak akan dihukum seumur hidup atau kebiri. Bagi kami jelas bahwa perkara ini sudah kedaluarsa karena terjadinya sudah 12 tahun yang lalu. Seharusnya hak menuntut dari jaksa sudah gugur makanya kami melakukan esepsi terhadap dakwaan tersebut," tegas Jeffry saat ditemui di PN Surabaya.

Lanjutnya bahwa dalam undang-undang mengatakan bahwa perkara yang ancamannya maksimal 15 tahun penjara masa kedaluwarsanya adalah 12 tahun setelah dilakukan tindakan pidana.

"Kalau kita menghitung waktu sejak 2006 terakhir dilakukan itu sudah 14 tahun yang lalu," pungkas Jeffri. (*/IN-001)

Senin, 18 Mei 2020

Korbinmas Baharkam Polri "Sentuh" Penyandang Disabilitas

JAKARTA - Penyandang disabilitas mendapat sentuhan dari Kepala Korps Pembinaan Masyarakat Badan Pemelihara Keamanan (Korbinmas Baharkam) Polri. Kakorbinmas Baharkam Polri Irjen Risyapudin Nursin menyerahkan bantuan sosial dalam rangka solidaritas sosial untuk para penyandang disabilitas di masa wabah Covid-19 itu secara simbolis kepada perwakilannya di Jakarta, Senin, (18/5/2020).

"Dalam situasi pandemik covid-19 yang mewabah saat ini, tubuh kita yang sempurna, sehat jiwa dan raga lengkap kaki tangan, mata, hidung dan panca indera lainnya masih merasakan kesulitan dengan keterbatasan ruang gerak yang diterapkan oleh pemerintah. Apalagi saudara saudara kita yang menyandang disabilitas atau kaum difabel," kata Kakorbinmas di acara penyerahan bansos itu.

Oleh sebab itu, sambungnya, bansos ini diharapkan dapat meringankan beban para penerimanya di kala wabah Covid-19 masih berlangsung. Dengan demikian, bansos ini dapat menunjang kalangan ini menghadapi hambatan dalam menjalani kehidupan mereka yang sudah pasti akan semakin berat di tengah wabah.

Kali ini Kakorbinmas menyalurkan 223 paket bahan pokok untuk para penyandang disabilitas di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Bogor. Masing-masing 10 paket untuk Jakarta Selatan, 58 paket Jakarta Pusat, 54 paket Jakarta Timur, 10 paket Jakarta Utara, 46 paket Jakarta Barat, 24 paket Bekasi, dan 19 paket Bogor.
"Meskipun jumlahnya tidak seberapa, kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban para penyandang disabilitas," kata Irjen Risyapudin dalam acara yang berlangsung di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

Sedangkan perwakilan penyandang disabilitasr yang menerima bansos secara simbolis antara lain, Angga Budi Pras, 29, Catur Sigit Nugroho, 38, dan Muhammad Nadir, 31. Hadir dalam acara itu antara lain Dirbinpotmas Korbinmas Baharkam Polri Brigjen Pol Edy Murbowo, Kabagopsnalev Korbinmas Baharkam Polri Kombes Hendi Handoko, Kasubditbintibsos Korbinmas Baharkam Polri Kombes Rudi Harianto dan para Kasat Binmas jajaran Polda Metro. (*/IN-001)

Senin, 13 April 2020

Urgensi Kebersamaan dalam Mengatasi Covid-19


Pemerintah memang harus lebih agresif dan efektif memimpin semua kekuatan di Indonesia untuk berhadapan dengan Covid-19 berserta imbas-imbas yang dibawanya. Tujuannya adalah,  pertama, memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 dengan berbagai cara. Kedua, meningkatkan kapasitas medis agar setiap warga terpapar, terutama pasien yang sudah sangat serius, bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit dan pelayanan medis yang baik. Dan ketiga, mencegah penurunan daya beli masyarakat dan pelemahan kapasitas produksi nasional,  agar tidak terjadi krisis ekonomi.

Oleh karena itu, informasi terkait bahaya dan segala macam tetek bengek tentang Corona harus tersebar dan terpahami secara merata. Setiap warga negara, siapa pun dia, perlu menyadari bahwa kita berada dalam satu gerbong.

Apabila ada masalah dengan gerbong, semua orang terkena dampaknya. Jika gerbong hancur, kita semua sebagai bangsa akan ikut hancur. Karena itu, setiap orang, sesuai keahlian dan kemampuan, wajib berkontribusi untuk mengalahkan Corona.

Untuk memutus rantai Corona, maka akhirnya pemerintah memutuskan untuk memberlakukan karantina wilayah, tapi dalam bentuk yang soft. Secara teknis, Presiden Jokowi juga memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditopang oleh kebijakan darurat sipil.

Konon, dari pernyataan-pernyataan pemerintah, PSBB akan diterapkan dengan sangat ketat. Dan jika situasi memburuk, pemerintah menggunakan kebijakan darurat sipil.
Seiring dengan itu, juga diterbitkan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Ditegaskan bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, Covid-19 di Indonesia wajib ditanggulangi sesuai ketentuan yang berlaku. Dan tak lupa pula pada hari yang sama diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk boleh meningkatkan belanja negara meski defisit membesar hingga menembus 3% dari PDB. Kewenangan tersebut hanya boleh diberlakukan pada masa penanganan Covid-19 dan periode pemulihan, yakni hingga 2022.
Secara teknis, untuk memerangi Corona dan dampaknya yang besar terhadap perekonomian, pemerintah boleh menggunakan sisa anggaran lebih (SAL), dana abadi, dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara, dan dana yang dikelola badan layanan umum, serta dana yang berasal dari penyertaan modal negara di BUMN.

Selanjutnya, Pemerintah juga boleh menerbitkan recovery bond yang akan dibeli korporasi swasta dan BUMN, individu, dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai lender of the last resort. Dengan diterbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Codid-19, maka karantina wilayah akan terpinggirkan.
Untuk mengantisipasi perbedaan keputusan, maka Presiden Jokowi menegaskan pemerintah daerah (pemda) tidak boleh membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan kebijakan pusat.

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 guna mencegah penularan. Pemda yang hendak menerapkan PSBB harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan.

Meski bukan karantina wilayah, PSBB yang dijalankan dengan ketat diyakini mampu membuahkan hasil. Apalagi, dalam pelaksanaannya birokrasi ditopang sepenuhnya oleh Polri dan TNI. Gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala gugus tugas di daerah.
Semua program dan kebijakan pemerintah ini hanya bisa terealisasi jika masyarakat mendukung. Oleh karena itu, tokoh-tokoh publik, di pusat mau daerah. Semua pihak harus memahami bahwa langkah awal krusial adalah memutuskan mata rantai penularan Covid-19.

Ini adalah harga mati. Jadi tidak bisa tidak, imbauan pemerintah agar menunda mudik sangat perlu diperhatikan dan ditekankan.  Semua elite harus menyampaikan pesan yang sama soal ini, agar sebaran pemahamannya bisa secara cepat merata.

Lalu imbauan bagi yang sudah terlanjur mudik harus didukung penuh oleh elite dan otoritas terkecil di daerah. Pemudik yang sudah telanjur mudik, wajib isolasi mandiri selama 14 hari. Selama rentang waktu itu, mereka tidak boleh berkontak fisik dengan siapa pun, termasuk keluarga.

Aturan ini hanya bisa berjalan jika kepala daerah, wali nagari, jorong, dusun,  RT, dan RW, proaktif di lapangan. Karena bagaimanapun, upaya memutus rantai penyebaran Corona membutuhkan kolaborasi semua elemen bangsa.
Karena perkara mudik ini bukan perkara sepele. Sekitar 15 juta orang dari Jabodetabek akan mudik untuk Lebaran. Sebagian malah sudah kembali ke kampung. Karena mudik kali ini tak semata-mata karena alasan Idulfitri dan menyekar.

Banyak warga Jabodetabek yang kehilangan pekerjaan akibat penerapan ketentuan physical distancing. Ini menjadi penyebab tambahan mengapa banyak yang memilih opsi mudik. Karena jika PSBB diterapkan, angka pengangguran akan lebih besar lagi. Untuk mencegah lebih lanjut, stimulus sosial ekonomi harus diluncurkan.

Nah, di sinilah peran kebersamaan kembali dibutuhkan. Semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, elite daerah, wali nagari, jorong, dusun, RW dan RT, harus ikut memastikan bahwa yang ditarget oleh stimulus sosial ekonomi pemerintah daerah, adalah kalangan yang benar-benar sesuai dengan kriteria kebijakan, yakni masyarakat yang benar-benar terdampak. Kalangan miskin,  pengangguran karena PHK,  pengangguran karena usahanya terhenti,  dan lain-lain, harus benar-benar tersentuh oleh stimulus ini.

Selain itu, karena kekuatan stimulus sangat terbatas, baik secara kuantitas maupun secara kualitas, maka pemerintah bersama semua kalangan masyarakat, harus berani mengambil peran lebih, untuk memastikan bahwa semua masyarakat yang terimbas tapi belum ter-cover oleh stimulus, juga bisa mendapatkan haknya, terutama dari pemerintah daerah.

Intinya di sini, semua pihak, bersama-sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah nagari, elite-elite, tokoh masyarakat, RT, dan RW, harus mengambil peran lebih aktif dan antisipatif, untuk mengurangi dampak ekonomi di daerah, setelah memastikan semua protokol kesehatan dijalankan.
Kebersamaan seperti ini yang dibutuhkan dalam mengusir Corona berserta krisis yang dibawanya ke negeri ini.  Semoga. [*]

Nofi Candra
Anggota DPD RI 2014-2019 dan Bakal Calon Bupati Solok 2021

Sabtu, 11 April 2020

Kisah Ira Tri Dewi, Pasien Positif Covid-19 yang Pertama Sembuh di Sumbar

Kisah Ira Tri Dewi, Pasien Positif Corona Pertama di Sumbar yang Dinyatakan Sembuh
"Belum Ada Vaksin, Kami Butuh Dukungan dan Doa"


Ira Tri Dewi (40), pasien positif Covid-19 pertama di Sumbar tersebut, juga menjadi pasien pertama yang dinyatakan sembuh! Bagaimana Ira menghadapi ruang isolasi dan kisahnya bisa sembuh dari virus yang telah merenggut ratusan ribu nyawa di dunia ini?

Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, mengumumkan pasien pertama di Sumatera Barat yang positif terjangkit virus corona (Covid-19), Kamis pagi (26/3/2020). Pasien tersebut dirawat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi, sejak 20 Maret. Hanya berselang beberapa jam kemudian, Pemprov Sumbar mengumumkan 4 pasien lagi juga positif terjangkit. Sehingga, di hari pertama tersebut, "pertahanan" Ranah Minang menghadapi Covid-19, jebol.

Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias (tengah) saat mengumumkan pasien positif Covid-19 pertama di Sumbar, Kamis (26/3/2020).

Kabar pasien pertama positif Covid-19 di Sumbar langsung membuat buncah. Tidak hanya di Ranah Minang, namun juga para perantau asal Sumbar di seluruh Indonesia dan luar negeri. Di sisi lain, sang pasien, Ira Tri Dewi, begitu syok menerima kabar bahwa dirinya dinyatakan positif Covid-19. Di hari keenam dirawat di Ruang Isolasi RSAM Bukittinggi itu, Ira mengaku pasrah. Sebab, hanya ada dua kemungkinan yang akan didapat. Yakni, meninggal atau sembuh. Dukungan dari orang tua, suami, keluarga, rekan kerja, dan masyarakat, membuat Ira optimistis dengan pilihan sembuh!

Dalam wawancara melalui aplikasi WhatsApp (WA) dengan infonews.co.id, Sabtu (11/4/2020), Ira mengaku pertama kali tidak merasakan gejala apapun saat pulang dari dinas luar (DL) di Jakarta, tanggal 12-14 Maret 2020. Saat itu, dirinya bersama 13 perangkat di Sekretariat DPRD Tanah Datar melakukan kunjungan ke Sekretariat DPD RI. Namun, empat hari kemudian, dirinya merasakan demam, batuk, sakit kepala dan nyeri sendi. Ira kemudian mendatangi salah satu klinik untuk berobat. Oleh pihak klinik tersebut, Ira dirujuk ke RSUD Tanah Datar. Saat itu, dirinya tidak menduga apa-apa. Tapi, setelah pihak RSUD Tanah Datar merujuk dirinya ke RSAM Bukittinggi, Ira baru syok, bahwa dirinya akan diisolasi karena diduga terjangkit virus corona (Covid-19), dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Saat itu, Sumbar hanya memiliki dua rumah sakit rujukan untuk Covid-19, yakni RSAM Bukittinggi dan RS M Djamil Padang. Tanah Datar, lebih dekat ke Bukittinggi daripada ke Kota Padang.


Dalam perjalanannya menggunakan ambulans RSUD Tanah Datar, Ira bertanya-tanya dalam hati, seperti apa nantinya berada di ruang isolasi. Dalam sejumlah artikel dan novel yang pernah dibacanya, diisolasi berarti akan dikurung.

Namun, fikiran "menakutkan" tersebut, tiba-tiba sirna saat Ira sampai di RSAM Bukittinggi. Ira disambut dua orang perawat dan langsung dibawa ke ruangan isolasi. Kedua perawat yang akhirnya akrab dengan dirinya tersebut, adalah Hj. Misfaria Noor .M.Kep.Ns.SP. Kep.MB, yang dipanggilnya Bundo (Bunda) dan Hj. Nefri Elfika S.Kep, yang dipanggilnya dengan sebutan Uni (kakak) Ciam.

"Sambutan mereka merubah stigma saya tentang ruang isolasi. Seketika dirawat di Ruang Isolasi RSAM manjadi nyaman buat saya. Apalagi saat saya melihat dokter Dedi Rahman, S.P yang menyemangati dari ruang monitor isolasi," ungkapnya.

Sementara itu, orang tua, anak dan keluarga besarnya sangat syok dengan isolasi yang dijalani Ira di RSAM. Namun, sang suami cukup tenang menerima informasi isolasi ini. Hanya beberapa menit berada di ruang isolasi, Ira menerima begitu banyak pesan di WA yang rata-rata mendukungnya untuk menghadapi Covid-19 ini.

"Alhamdullilah. Allah memberi saya kekuatan dan kemantapan hati melawan Covid-19 ini. Doa dan dukungan banyak orang, melipatgandakan semangat saya untuk sembuh," ujarnya.


Selama berada di ruang isolasi, Ira mendapatkan perawatan dengan konsumsi antibiotik, vitamin dan obat pereda demam dan nyeri. Namun, hal yang paling menjadi obat baginya adalah dukungan penuh dari keluarga, tetangga, rekan-rekan seprofesi. Serta perawatan dan dukungan psikologis dari perawat dan dokter. Alhasil, Ira banyak menghabiskan waktunya di ruang isolasi dengan video call dengan keluarga, tetangga, teman-teman, terutama suami dan anak-anaknya yang terus memberi semangat.

"Saya merasa nyaman, meski berada di ruang isolasi. Setiap saat, saya habiskan waktu untuk tetap terhubung dengan orang-orang dekat. Melihat wajah suami, anak-anak, keluarga dan teman-teman, membuat saya sangat optimistis," ujarnya.

Di saat sudah merasa nyaman dan merasa sehat, pada Kamis (26/3/2020), Ira langsung syok, saat hasil tes swab tenggorokannya dikeluarkan oleh Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand). Ira dinyatakan positif terjangkit Covid-19. Artinya, Ira harus melanjutkan isolasi dan tetap mendapatkan perawatan dengan konsumsi antibiotik, vitamin dan obat pereda demam dan nyeri. Sebab, hingga saat ini, vaksin untuk Covid-19 belum ada.


Singkat cerita, pada Jumat (3/4/2020), Ira mendapat kabar baik. Hasil tes swab tenggorokannya yang dikeluarkan oleh Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), menyatakan dirinya negatif Covid-19. Namun, kabar baik ini belum boleh diumumkan, karena untuk memastikan pasien sembuh, harus dua hasil tes yang menyatakan negatif. Akhirnya, tiga hari kemudian, tepatnya pada Senin (6/4/2020), Ira kembali dinyatakan negatif Covid-19.

"Lega rasanya. Kembali bisa berkumpul dengan keluarga dan teman-teman," ungkapnya.

Saat "kembali" ke masyarakat, Ira mengaku dirinya banyak mendapat hikmah dari kejadian ini. Menurutnya, dukungan dari seluruh elemen, akan membuat kesembuhan pasien semakin cepat. Di samping itu, menurutnya, berfikiran positif dan tetap berdoa menjadi kunci.

Sejumlah dampak/efek dirinya setelah dinyatakan positif COVID-19 adalah orang terdekat. Mereka-mereka yang dianggap dekat terpaksa dijauhi di lingkungan. Tak sedikit pula, usaha mereka terpaksa tutup. Menurutnya, hal ini tak lain akibat dari pemberitaan yang sipang siur tentang dirinya.

"Jadi efeknya mereka (orang dekat) kadang dijauhi, usahanya kadang ada yang sudah tutup saat saya dirawat. Begitu banyak efek saat saya dirawat bagi keluarga dan orang terdekat," kenangnya.


Meskipun begitu, Ira mengaku dirinya tak merasa dikucilkan setelah kembali ke rumah. Menurutnya, lingkungan sekitar para tetangga menyambut sangat baik. Meskipun, ia tetap masih berupaya mengisolasi selama 14 hari berikutnya.
Di rumah, Ira masih berupaya untuk tidak kontak langsung dengan anak-anaknya. Ira memilih menjaga jarak satu sampai dua meter, kemudian mengunakan pakai masker.

"Kalau untuk tetangga saya, alhamdulillah saat saya sakit dan sembuh mereka mendukung dengan luar biasa. Terkadang masih ada kesan horor (dari masyarakat) pasien sembuh ini, tapi Alhamdulillah itu sudah cair semua," jelasnya.


Ira juga memberikan semangat kepada para pasien-pasien yang masih berjuang di ruang isolasi. Ia meminta untuk tetap mematuhi semua instruksi dari tim medis yang menangani. 

"Tetap semangat, berdoa kepada Allah,  karena apapun ikhtiar kita selaku manusia tetap Allah yang tentukan. Berdoa dan yakinkan kita bisa sembuh. Kurangi stres, menyederhanakan masalah itu paling penting, jadi tidak terkuras energi memikirkan hal-hal yang rasanya tidak perlu. Fokus untuk sembuh dan berjuang," ujarnya. (IN-001)

10 Daerah yang Ingin Memisahkan Diri dari Indonesia

Ternyata ada cukup banyak daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Mendengar dan mengetahuinya membuat hati jadi miris.
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang membentang sangat luas.
Masyarakat yang heterogen, suku yang beragam, kebiasaan yang berbeda di setiap pulau membuat kita jadi unik di mata negara lain.
Di balik itu ternyata ada hal menyedihkan yang belum banyak diketahui.
Sejak berpuluh tahun lalu, beberapa daerah yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ingin memisahkan dirinya.
Banyak alasan yang melatarbelakangi keinginan masyarakat di wilayah tersebut, mulai dari ketimpangan ekonomi hingga perbedaan ideologi.
Inilah 11 daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia ataupun telah melakukannya.

Daerah yang Ingin Memisahkan Diri dari Indonesia

1. Maluku

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Pada 1950, sekelompok masyarakat Maluku yang tergabung dalam gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia.
Begitu banyak cara yang mereka lakukan agar Maluku bisa merdeka. Salah satunya ialah tindakan separatis yang memanfaatkan lengsernya Suharto.
Tidak main-main, hingga saat ini RMS pun masih eksis bahkan memiliki situs sendiri yang dapat diakses.
Di dalam situs tersebut, terdapat informasi mengenai sejarah RMS. Mereka pun telah membuat bendera beserta lagu kebangsaan.

2. Riau

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Masih di tahun 1950-an, muncul kelompok yang ingin memerdekan Riau dari NKRI.
Gerakan tersebut dinamakan Riau Merdeka yang menuntut pemisahan diri karena dianggap sebagai “anak tiri”, padahal..
…Daerah ini memberikan banyak sumber daya penghasil keuntungan untuk negara.
Hingga awal tahun 2000-an gaung dari Riau Merdeka pun masih terdengar.
Dikutip dari news.detik.com, pada 2006 kelompok pro Riau Merdeka menggelar acara peringatan ulang tahun.
Pada kesempatan itu, salah satu tokoh wilayah Riau Tabrani Rab kembali menuntut agar wilayah tersebut bisa merdeka.

3. Papua, Daerah yang Ingin Memisahkan Diri dari Indonesia

Saat masa penjajahan, wilayah Papua dikuasai oleh Belanda dan juga Australia.
Kemudian ketika Indonesia merdeka, Papua pun dinyatakan termasuk menjadi wilayah Indonesia.
Hal ini ditentang oleh banyak masyarakat Papua hingga kemudian mendirikan Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memisahkan diri pada 1965.
Suara masyarakat Papua untuk bisa lepas dari Indonesia masih terdengar hingga tahun 2017.
Baru-baru ini pun OPM merayakan ulang tahunnya yaitu pada 1 Desember 2017 yang diisi dengan doa bersama.
Di samping itu, dikabarkan banyak tentara OPM yang sudah bersedia kembali masuk menjadi bagian NKRI.
Beberapa waktu ke belakang ini gencar diberitakan mengenai diskriminasi yang dilakukan terhadap warga Papua di Surabaya.
Hal ini lalu kemudian memicu sejumlah tindakan anarkis di Papua untuk menentang perlakuan diskriminatif tersebut.
Banyak yang berpendapat, kejadian ini kembali menghembuskan isu-isu mengenai keinginan Papua untuk berpisah dari NKRI.

4. Aceh

Di tahun 1970-an tokoh bernama Hasan Dik Tiro memimpin gerakan pemisahan Aceh dari Indonesia yang bernama Aceh Merdeka.
Kelompok ini pun kemudian lebih dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Banyak sekali kejadian menyedihkan yang terjadi akibat usaha GAM untuk memerdekakan Aceh.
Disebut-sebut, keinginan Aceh untuk merdeka bukan hanya karena kemauan mendirikan negara berlandaskan syariat Islam.
Alasan lain adalah karena terjadinya ketimpangan ekonomi daerah ini dengan wilayah lain, walaupun Aceh telah memberikan banyak kontribusi bagi Indonesia.

5. Makassar

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Menyuarakan kekecewaannya terhadap pemerintah, pada 1999 sejumlah mahasiswa di Kota Makassar Sulawesi Selatan menyuarakan pembentukan Sulawesi Merdeka.
Biarpun begitu, informasi mengenai gerakan ini tidak dapat ditemukan dan bisa dianggap sebagai isu belaka.

6. Kalimantan

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia.
Wilayah ini pun bersatu dengan negara lain di Asean yaitu Malaysia serta Brunei Darussalam.
Pada awal tahun 2000, ada sejumlah kelompok yang membuat gerakan Borneo Merdeka dan menyuarakan keinginan berpisah dengan Indonesia.
Isu ini sendiri disinyalir muncul setelah peristiwa kerusuhan masyarakat Madura dan Dayak di Sampit pada 2001 lalu.

7. Minahasa

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Isu Minahasa Merdeka mencuat setelah Basuki Tjahaja Purnama ditahan akibat kasus penistaan agama.
Sebenarnya, gerakan yang menginginkan wilayah Minahasa, Sulawesi Utara untuk merdeka ini sudah sejak lama terdengar.
Keinginan untuk memisahkan diri dari negara ini disebut-sebut akibat konflik rumah peribadatan.
Selain itu ada pula rasa ketidaknyamanan dalam menjalankan ajaran agama kristiani yang menjadi mayortias di daerah tersebut.

8. Bali

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Beberapa tahun lalu, ada keinginan dari beberapa masyarakat yang ingin memisahkan Bali dari Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, muncul Gerakan Bali Merdeka (GBM).
Kelompok ini kemudian membuat petisi untuk memerdekakan Bali, namun orang yang menandatanganinya tidak mencapai target.

9. Yogyakarta

Yogyakarta sudah menganut sistem pemerintahan kerajaan sejak masa lampau.
Saat Indonesia meraih kemerdekaannya, kota ini pun diberikan otonomi khusus dan diperbolehkan menganut sistem kerajaan.
Akan tetapi pada 2012 lalu tiba-tiba muncul beberapa pihak yang menyerukan pernyataan bahwa DIY siap bila harus berpisah dengan NKRI.
Itulah mengapa Yogyakarta menjadi salah satu daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia

10. Sumatera Barat

daerah yang ingin memisahkan diri dari indonesia
Selain kecamatan dan kelurahan, Sumatera Barat memiliki pembagian wilayah administratif yang disebut sebagai nagari.
Nagari sendiri disebutkan merupakan istilah pengganti untuk menyebut desa di daerah mereka.
Nagari sendiri dikepalai oleh wali nagari yang dibantu beberapa wali jorong.
Pada 2013 lalu DPR-RI mengesahkan RUU Desa
Hal ini ternyata menimbulkan kekecawaan pada pemangku adat Minangkabau yang menilai bahwa RUU tersebut tidak menghormati eksistensi nagari.
Sistem kepemerintahan desa pun dianggap berbeda dengan yang diterapkan di nagari.
Ia meminta nagari di Minangkabau dijadikan sebagai sesuatu yang istimewa seperti Aceh dan DIY.
Bila hal tersebut tak dapat dikabulkan, para pemangku adat meminta agar pemerintah pusat tidak mengobok-obok eksistensi nagari.

11. Timor Timur

Setelah 450 tahun dijajah oleh Bangsa Portugis, Timor Timur kemudian masuk ke dalam wilayah NKRI sebagai provinsi ke 27.
Berpuluh tahun bersama, akhirnya provinsi tersebut lepas dan resmi menjadi sebuah negara pada 2002.
Timor Timur kini lebih dikenal sebagai Republik Demokratik Timor Leste atau Timor Leste.
© Copyright 2018 INFONEWS.CO.ID | All Right Reserved