INFONEWS.CO.ID ■ Bencana Banjir yang melanda sebagian Wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan kelalaian dari segi perencanaan pembangunan wilayah di daerah terdampak tersebut. Karena itu para ahli mestinya membicarakan cara mengantisipasi bencana banjir, bukan sibuk membicarakan penyebabnya.
Demikian hal itu diungkapkan Dr Ir Musri, MT, Ketua Ikatan Geologi Indonesia (IAGI) Wilayah Sulawesi saat dihubungi Selasa (11/6/2019).
Dosen Teknik Geologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu menambahkan, kawasan Konawe Utara misalnya dengan faktor unggulan sektor pertambangan nikel laterit sudah pastilah mengubah rona lingkungan karena itu, seharusnya sudah diprediksi pada saat survey dan penyusunan AMDAL. Begitu pula pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
"Seingat saya juga senantiasa sebelumnya ada rkl dan rpl dan jika semua SOP dalam proyek dan amdal diikuti, maka peristiwa banjir hanyalah peristiwa alam biasa dan tidak harus menjadi bencana banjir yang mengakibatkan kerugian harta benda dan atau korban jiwa," tandasnya.
Menurut Musri, di wilayah Sulsel bagian timur seperti Wajo, Bone, Sinjai dan Luwu memiliki siklus musim penghujan yang mirip dengan Sultra, karena itu banjir akan selalu berulang di kawasan tersebut relatif pada periode yang sama setiap tahunnya.
"Saya mengamati setiap terjadi bencana semua kita sibuk dengan membahas penyebabnya, khususnya banjir ini sesuatu yang tidak pas. Mengapa, oleh karena banjir itu selalu berhubungan dengan curah hujan dan musim tentunya," imbuhnya.
Berdasarkan pengalaman para petani dengan latar belakang buta huruf pun, lanjut Musri, faham bahwa jika pada musim penghujan biasanya diikuti banjir. Pemerintah dan Saintis atau para pakar tidak semestinya menghabiskan waktu dan biaya mendiskusikan penyebabnya. Seharusnya mitigasi dan dampak yang akan terjadi jika banjir melanda serta antisipasinya.
Kata dia, wilayah Sulawesi sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada kabupaten - kota yang melakukan mitigasi bencana alam. Banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi misalnya, para Ahli Geologi sudah memiliki pemahaman dan kemampuan mitigasi secara saintifik.
Bahkan wilayah-wilayah terdampak banjir misalnya dapat dipetakan secara akurat, termasuk tinggi genangan bahkan hingga periode kejadian tahunan, tiga, lima, sepuluh tahunan dan seterusnya.
"Ini mungkin kesalahan kami juga para ahli dan akademisi tidak memberikan informasi kepada pemerintah daerah. Sayangnya kebanyakan Pemda terutama BAPPEDA kurang membangun komunikasi dengan akademisi, peneliti atau organisasi profesi seperti IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), problem kita di IAGI dan saya kalangan AKADEMUDI/SAINTIFIK DAN TEKNOKRAT tidak memiliki sumber daya dana untuk melakukan berbagai riset terkait itu semua," ujarnya.
Dia berharap kedepan, PEMDA dalam melaksanakan Musrembang dapat meminta dan memanfaatkan IAGI menjadi Nara Sumber.
Foto: Dr. Ir. Musri Ma'waleda, M.T. (Ketua Pengda IAGI wilayah Sulsel, Sulbar dan Sulteng)
■ Rasyid / rls
FOLLOW THE INFONEWS.CO.ID AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONEWS.CO.ID on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram