INFO KRIMINAL
-->

Jumat, 12 Juni 2020

Wakili Kapolri Rapat Bersama Gugus Tugas, Kabaharkam Polri Sampaikan Perkembangan Kasus Ambil Paksa Jenazah Covid-19

JAKARTA - Kabaharkam Polri, Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH, MH, selaku Kaopspus Aman Nusa II-Penanganan COVID-19, mewakili Kapolri mengikuti rapat koordinasi virtual pimpinan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Tingkat Nasional dari Ruang Rapat Baharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020.

Rapat yang dipimpin Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, ini beragendakan: kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19; isu masyarakat dibayar oleh rumah sakit untuk mengaku pasien COVID-19; penolakan masyarakat atas Rapid Test; dan peningkatan kasus positif di beberapa daerah.

Terkait penindakan hukum kepada masyarakat yang mengambil paksa jenazah pasien COVID-19, Kabaharkam Polri menerangkan, sudah ada empat laporan kepolisian (LP) dan 10 tersangka sudah ditangkap.

"Dari para pelaku yang sudah dilakukan pengkapan, ada beberapa tersangka reaktif COVID-19," ungkap Komjen Pol Agus Andrianto.

Sedangkan untuk kasus ujaran kebencian dan berita bohong, pihak kepolisian telah menangani sebanyak 107 kasus dengan 107 tersangka.

Selain melakukan penegakan hukum, Kabaharkam Polri menjelaskan, Kapolri juga telah memerintahkan jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasien yang meninggal dunia apakah positif COVID-19 atau negatif sehingga tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.

Adapun untuk pelaksanaan Rapid Test, Polri telah mengeluarkan petunjuk dan arahan kepada jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memrioritaskan kepada masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan pasien COVID-19 sehingga tidak menimbulkan penolakan.

"Untuk usia rentan diprioritaskan melakukan pemeriksaan Swab Test," imbuh Komjen Pol Agus Andrianto.

Rakor tersebut juga diikuti oleh Menko Polhukam, Menkes, Jaksa Agung, Kasum TNI, para Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, para Koordinator Bidang-Bidang dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, serta Koordinator Sub Bidang Gakkum dan anggota. (*/IN-001)

Selasa, 09 Juni 2020

Ikuti Arahan Prabowo, Gerindra Medan: Lengserkan Pemerintahan Yang Sah Sama Saja Makar

MEDAN - Isu untuk melengserkan Jokowi dianggap berlebihan dan tidak beralasan. Sebab, hingga saat ini tidak ada indikasi pelanggaran hukum maupun konstitusi yang dilakukan Jokowi. Hal itu diungkapkan Sekretaris DPC Gerindra Kota Medan, John Sari Haloho kepada Kantor Berita RMOLSumut, Minggu (7/6).

"Berdasarkan Pasal 7A U-ndang-Undang Dasar atau UUD 1945, presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Hal ini jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela," katanya.

Bencana Covid-19 yang turut dijadikan alasan pelengseran presiden juga tidak relevan. Sebab menurutnya, penanganan pemerintah Indonesia masih lebih baik jika dibanding dengan beberapa negara lain yang juga terdampak.

"Kami kader Partai Gerindra selalu taat asas dan konstitusi sesuai instruksi dari Ketua Umum kami, Bapak Prabowo Subianto. Kami akan mendukung pemerintahan yang sah yang dipilih rakyat dan dilantik secara konstitusional dan ikut mengamankan jalannya roda pemerintahan untuk kemakmuran dan keadilan rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia juga berharap agar orang-orang maupun pihak-pihak yang mencoba melengserkan pemerintahan yang sah agar berpikir lebih jernih.

"Ini sama dengan makar, jadi agar menahan diri saja," pungkasnya. (*/IN-001)

Sabtu, 06 Juni 2020

Didakwa Makar, 7 Warga Papua Dituntut 5 Hingga 17 Tahun Penjara

JAKARTA - Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap dua dari tujuh terdakwa kasus makar Papua, yakni Irwanus Uropmabin dan Buktar Tabuni, Selasa (2/6/2020). Jaksa menuntut Irwanus dan Buktar Tabuni hukuman penjara 5 tahun dan 17 tahun masing-masing. Tuntutan itu pun dianggap menyimpang dan tidak berdasarkan pada fakta persidangan.

Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menegaskan tuntutan jaksa harus ditinjau kembali.

"Karena ini justru negara menjustifikasi rasialisme dan Papua phobia. Ini sudah tidak adil. Injustice!" katanya, Jumat (5/6/2020)

Menurutnya keadilan itu tidak berlaku di dalam hukumnya penguasa, betapa pun para penguasa saat ini menebar senyum dan kata yang manis dalam bingkai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Saya mau tegaskan kepada Presiden Jokowi, jaksa dan hakim bahwa mereka adalah korban rasisme yang melakukan perlawanan terhadap antirasialisme," ujarnya.

Sementara itu advokat dari Tim Koalisi Penegakan Hukum dan HAM untuk Papua Wehelmina Morin mengatakan tuntutan ini merupakan tuntutan paling tinggi yang pernah diajukan jaksa di antara para Tahanan Politik (Tapol) lainnya yang dikriminalisasi setelah memprotes tindakan rasisme terhadap orang Papua yang terjadi di Surabaya dan beberapa daerah lain pada Agustus 2019.

"Mirisnya, para pelaku rasisme hanya divonis selama 5 bulan penjara dan otomatis langsung bebas karena telah menjalani masa hukuman," katanya, Jumat (5/6/2020).

Berikut bunyi kutipan tuntutan JPU Kejaksaan Tinggi Papua terhadap Buchtar Tabuni yang dibacakan pada persidangan, Selasa 2 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan:

". . . satu, menyatakan terdakwa Buchtar Tabuni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana kami dakwakan terhadap terdakwa dalam dakwaan Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Buchtar Tabuni berupa pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan".

Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara karena dianggap terlibat mengakomodir massa dalam aksi unjuk rasa mengecam ujaran rasisme di Kota Jayapura, Agustus 2019. Padahal Buchtar Tabuni tidak pernah hadir di lapangan saat aksi 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019.

Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Andi Muttaqien menilai surat tuntutan yang disusun oleh jaksa tersebut tidak beralasan karena tidak didasarkan pada bukti dan fakta-fakta persidangan.

Terkait dengan keterangan Ahli misalnya, jaksa lebih banyak mengutip dari BAP ahli yang disusun oleh penyidik pada saat proses penyidikan, bukan dari fakta persidangan.

Jaksa juga sama sekali mengabaikan dan tidak mempertimbangkan saksi-saksi meringankan (a de charge) dan ahli-ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa seperti Dr. Adriana Elizabeth, M.Sos (LIPI), Dr. Tristam P. Moeliono, S.H., LL.M (Ahli Hukum Universitas Parahyangan) dan Dr. Herlambang P. Wiratraman (Ahli Hukum HAM Universitas Airlangga).

Padahal surat tuntutan, menurut Adami Chazawi, dalam bukunya berjudul Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum harus didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan.

Seharusnya juga mempertimbangkan situasi sosiokultural yang melatarbelakangi, yaitu insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua yang menjadi dasar utama terseretnya para terdakwa dalam perkara ini.

Selama ini dalam melakukan tugas penuntutan atas kasus-kasus yang ditanganinya, Kejaksaan terikat pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:PER-036/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

Dalam rangka menyusun surat tuntutan pidana (requsitoir) misalnya, terutama dalam menetapkan jenis dan beratnya pidana harus dilakukan secara berjenjang, yaitu menyampaikan Rencana Tuntutan (rentut) terlebih dahulu kepada Kasi Pidum, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Jaksa Agung sesuai dengan tingkat keseriusan perkara dan tingkat pengendalian.

Andi meminta JPU juga lebih bijaksana dalam menyusun tuntutan hukum sesuai fakta dan menjunjung tinggi profesionalitas terhadap lima terdakwa lainnya yang sedang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, seperti Agus Kossay, Steven Itlay, Ferry Kombo, Alexander Gobay, dan Hengky Hilapok.

"Kami minta Jaksa Agung meninjau kembali tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap Buhtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin, karena tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan," ujarnya.

Ia juga berharap hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo lebih bijak dalam mengadili dan memutus perkara dengan mempertimbangkan hal-hal yang terungkap di persidangan. Tujuh tersangka yang dituntut adalah Buchtar Tabuni 17 tahun, Agus Kossay 15 tahun, Stevanus Itlai 15 Tahun, Alexander Gobay 10 tahun, Ferry Kombo 10 Tahun, Irwanus Uropmabin 5 Tahun, dan Hengki Hilapok 5 tahun. (IN-001)

Rabu, 03 Juni 2020

Ruslan Buton Melawan, Ini Reaksi Polri

JAKARTA - Ruslan Buton mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polri. Gugatan ini bahkan telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Terkait adanya gugatan tersebut, Polri mengaku tak ambil pusing. Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya juga tak melarang Ruslan untuk melakukan gugatan karena hal itu sudah diatur.

"Silakan (lakukan gugatan) karena hak daripada tersangka yang diatur dalam KUHAP," ujar Argo Yuwono, Rabu (3/6/2020).

Argo menambahkan, pihaknya akan menyampaikan secara detail soal proses penyidikan yang berujung pada penetapan tersangka Ruslan Buton di muka persidangan, untuk menjadi dasar pertimbangan keputusan majelis hakim nantinya.

"Nanti akan diuji di sidang praperadilan tentang proses penyidikannya,” tambah Argo.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendaftarkan gugatan praperadilan penetapan tersangka untuk kliennya ke PN Jaksel.

"Sudah terdaftar dengan nomor 62 praperadilan Ruslan Buton," kata Tonin.

Sebelumnya diketahui, Ruslan Buton ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri terkait dengan kasus surat terbuka yang meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

Atas perbuatannya, Ruslan Buton ditangkap dan dikenakan dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana 6 tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara 2 tahun.

Diberitakan sebelumnya, Ruslan Buton yang merupakan mantan prajurit TNI ditangkap oleh tim gabungan TNI-Polri di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020) sekitar pukul 10.30 WITA.

Penangkapan ini dilakukan setelah Ruslan membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk video dan viral di media sosial pada 18 Mei 2020, lalu.

Dalam video itu, Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona ini sulit diterima oleh akal sehat.

Tak hanya itu, Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden. (*/IN-001)

Sumber: fajar.co.id

Senin, 01 Juni 2020

Juri MasterChef Gordon Ramsay Masak Rendang di Tanah Datar

PADANG - Buat yang sering menonton acara MasterChef versi luar negeri, kalian pastinya enggak asing dengan salah satu jurinya yang bernama Gordon Ramsay. Apalagi, dia dikenal sebagai juri yang paling "kejam" di acara kompetisi masak tersebut. Selain MasterChef, tahukah kalian bahwa Ramsay juga membintangi sebuah serial yang berjudul Gordon Ramsay: Uncharted?

Dibandingkan MasterChef, Gordon Ramsay: Uncharted memang terbilang serial baru. Serial ini pertama kali dirilis pada Juli 2019 dan ditayangkan di National Geographic Network. Sukses dengan season pertamanya, Ramsay bakal hadir kembali membintangi season keduanya. Spesialnya lagi, salah satu episode di season keduanya bakal berlatar di Indonesia, loh!
Dilansir National Geographic, Ramsay melakukan perjalanan kulinernya ke Indonesia, tepatnya di Sumatra Barat. Selain menikmati keindahan alam di provinsi tersebut, Ramsay tentunya akan mempelajari berbagai masakan Padang. Bahkan, dia bakal mencoba memasak rendang di Gordon Ramsay: Uncharted season 2.

Salah satu koki legendaris Indonesia, yaitu William Wongso juga bakal muncul memeriahkan Gordon Ramsay: Uncharted season 2. Menariknya lagi, William bakal menantang Ramsay untuk menguasai proses memasak rendang hanya dalam beberapa hari. Kalian bakal lihat, nih, bagaimana sosok yang sering marah-marah di MasterChef berjuang mempelajari rendang.
Bersama Bupati Tanah Datar, Irdinansyah Tarmizi.

Tantangan dari William enggak hanya itu saja. Rendang hasil masakan Ramsay nantinya bakal dinilai oleh gubernur Sumatra Barat. Berhubung harus menyediakan makanan ke orang yang spesial, Ramsay juga bakal menantang dirinya dalam menyajikan masakan Padang lainnya yang nantinya bakal dicicipi oleh gubernur Sumatra Barat.

Gordon Ramsay: Uncharted bakal ditayangkan mulai dari 7 Juni 2020. Lalu, episode Indonesianya akan ditayangkan pada 28 Juni 2020. Selain Indonesia, Ramsay juga menjelajahi negara lain di season 2 ini, di antaranya Tasmania, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Guyana, India, dan Norwegia. Tiap negara bakal ditampilan dalam satu episode.
Bersama William Wongso

Sementara itu, pakar kuliner Indonesia William Wongso menilai celebrity chef Gordon Ramsey adalah sosok yang sabar dan mau belajar saat dia mencoba memasak rendang. Pada Januari 2020, William diajak oleh Ramsay untuk membuat menu khas Sumatra Barat yang menjadi favorit banyak orang, yaitu rendang.

"Ramsay sabar dan dia mau belajar. Minatnya belajar. Saya dianggapnya sebagai mentor," kata William melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

William mengajari juri Masterchef itu cara tradisional maupun cara modern dalam memasak rendang. Pada kunjungannya ke Sumatra Barat di tanggal 19 Januari sampai 22 Januari itu, menurut William, Ramsay sabar mengikuti proses demi proses pembuatan rendang.

"Kalau kita ngajarin orang asing, kita musti kasih tahu, itu tradisi bikin rendang paling cepat adalah empat jam. Secara tradisional, kalau (daging) sapinya sapi tua, bisa memakan waktu sembilan jam sampai 10 jam, sampai diinepin, besok diterusin," kata William. (*/PN-001)

Minggu, 31 Mei 2020

Brutal, George Floyd Tewas Diinjak Polisi, Picu Kemarahan Seantero Amerika dan Dunia

MINNEAPOLIS - Empat polisi Minneapolis dipecat setelah diduga terlibat kematian George Floyd (46), Senin (25/5/2020). Tewasnya George Floyd memicu aksi demonstrasi besar di kota tersebut, setelah rekaman video peristiwa itu beredar viral, menerbitkan kemarahan warga.

George Floyd, warga Afro Amerika atau kulit hitam, tewas setelah lehernya diinjak dengkul seorang polisi selama tujuh menit. Ia masih hidup, segar bugar saat dibekuk polisi, sebelum diringkus dan lehernya ditindih lutut seorang polisi hingga ia kehabisan napas.

Floyd sempat memohon-mohon agar polisi memberinya kesempatan bernapas. Namun rintihan itu tak digubris. Saat ambulans tiba, polisi masih menindih leher Floyd.

Ini Videonya:

https://m.youtube.com/watch?feature=share&v=_WLHvH5Zo-Q

Seluruh adegan itu direkam warga yang menyaksikan kejadian tragis tersebut. Warga sempat meminta polisi melonggarkan tindakannya, tapi juga tak dihiraukan.

Seorang polisi lain malah menghalang-halangi warga yang berusaha mendekat dan membantu Floyd yang kesulitan.

Aksi unjukrasa dan kekerasan pecah Selasa (26/5/2020) waktu Minneapolis. Kantor polisi dan kendaraan patroli diserang. Aksi ini dihadapi pasukan dalmas, gas, peluru karet dan pentungan.

FBI kini turun tangan menyelidiki kasus itu. Pengunjukrasa dari berbagai kalangan warga, menuntut pertanggungjawaban pemerintah dan kepolisian.

Mereka turun ke jalan-jalan mengenakan masker, mengusung poster bertulis “Saya tidak bisa bernafas".

Polisi berusaha membubarkan kerumunan warga di luar Kantor Polisi Minneapolis 3, setelah jendela kaca depan hancur dilempari warga yang marah.

Juru bicara kepolisian Mennapolis, Garret Parten menjelaskan, empat polisi telah dibebastugaskan dari pekerjaannya.

Wali Kota Minneapolis, Jacob Frey, mendukung penuh keputusan Kepala Kepolisian Minneapolis, Medaria Arradondo.

https://m.youtube.com/watch?feature=share&v=_WLHvH5Zo-Q

"Itu keputusan yang tepat untuk kota kita. Keputusan yang tepat untuk komunitas kita, itu adalah keputusan yang tepat untuk Kepolisian Minneapolis," kata Frey.

Tragedi yang menimpa George Floyd bermula ketika petugas kepolisian menerima telepon kasus diduga pemalsuan.

Penelepon mendeskripsikan pelaku duduk di mobil, dan diduga tengah berada di bawah pengaruh alkohol.

Sepasang petugas menemukan pria itu, yang pada saat itu berada di dalam mobil dan yang menurut mereka secara melawan saat diperintahkan keluar.

Wali Kota Jacob Frey mengatakan teknik yang digunakan untuk menjepit kepala George Floyd ke tanah bertentangan dengan peraturan departemen.

Frey menyatakan, polisi itu tidak punya alasan untuk menggunakan cengkeraman di leher pria itu karena tekniknya tidak diizinkan.

"Teknik yang digunakan tidak diizinkan. Ini bukan teknik yang dilatih petugas kami," katanya.  Rekaman video secara jelas menangkap rintihan dan Floyd yang meratap ingin bernapas.

"Tolong, aku tidak bisa bernapas," kata Floyd beberapa kali sebelum dia terdiam. Warga yang menonton mendesak petugas melepaskan pria itu dari cengkeramannya.

Pengacara hak-hak sipil Benjamin Crump, mengatakan dia telah mewakili keluarga George Floyd. Proses keadilan akan diperjuangkan.

"Kami semua menyaksikan kematian George Floyd yang mengerikan di video ketika para saksi memohon kepada petugas polisi untuk membawanya ke mobil polisi dan melepaskan jepitan dari lehernya," kata Crump.

"Penggunaan kekerasan yang berlebihan, dan tidak manusiawi ini menelan korban jiwa seorang pria yang ditahan polisi karena memeriksa tuduhan tanpa kekerasan," lanjutnya.

Senator Minnesota, Amy Klobuchar melalui akun Twitternya menyebut insiden itu sebagai contoh mengerikan lainnya dari seorang pria Afrika-Amerika yang sekarat di tangan petugas hukum. (*/IN-001)

Sumber: Tribunjogja.com, cnn.com, RussiaToday.com
© Copyright 2018 INFONEWS.CO.ID | All Right Reserved