INFO KRIMINAL
-->

Selasa, 16 Juni 2020

Polda Metro Jaya Tangkap Buronan FBI, Terkait Penipuan Investasi Bitcoin dan Prostitusi Anak

JAKARTA - Seorang Buronan Federal Bureau of Investigation (FBI), Russ Medlin, ditangkap jajaran Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Polisi menyebut, Russ Medlin terjerat kasus prostitusi anak di bawah umur.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, menjelaskan Russ Medlin ditangkap di kontrakannya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, pada 15 Juni 2020 kemarin.

Bemula dari laporan masyarakat. Russ Medlin disebut sering menyewa pekerja seks komersial (PSK) di bawah umur.

"Laporan awal yang masuk ke kami di kediaman tersangka RAM ini sering ada keluar masuk wanita anak-anak di bawah umur," kata dia saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (16/6/2020).

Pihak kepolisian berhasil menggali keterangan satu dari ketiga PSK yang disewa oleh Russ Medlin.

"Kami intrograsi anak usia 15 tahun sampai 17 tahun. Kemudian menanyakan kepada yang bersangkutan memang betul dia baru saja di-booking oleh pemilik rumah untuk bersetubuh dengan pemilik rumah," ujar dia.

Terlibat Kasus Penipuan Investasi

Saat ini, pihak kepolisian sedang mendalami sosok Russ Mendlin. Menurut catatan, yang diterima Polda Metro Jaya tersangka adalah residivis modus penipuan investasi saham bitcoin.

"Modus penipuan saham bitcoin dan juga mempromosiakan di CN total 727 juta US atau Rp 10,8 triliun hampir 11 T. Dia ini ternyata buronan selama ini," ucap dia.

Selain itu, Russ Mendlin juga residivis di Amerika dengan kasus pedofil.

"Dia sudah pernah dua kali didakwa 2006 dan 2008 di amerika sementara yang bersangkutan di dalami terus berkordinasi hub binter masih dalami," tandas dia. (*/IN-001)

Sumber: liputan6, detik, okezone

Senin, 15 Juni 2020

Baharkam Polri Siap Kawal Pembukaan 5 Destinasi Wisata Super Prioritas

JAKARTA - Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor perekonomian yang akan dibuka kembali oleh pemerintah di saat penerapan kebijakan adaptasi kebiasaan baru (new normal) untuk mencegah penularan Corona virus disease 2019 (Covid-19).

Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri, yang di dalamnya terdapat satuan kerja pengamanan obyek vital dan kepolisian pariwisata, mengaku siap mengawal kebijakan tersebut.

Hal itu disampaikan Kabaharkam Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, saat menerima audiensi dari tim Kantor Staf Presiden (KSP) di Ruang Kerja Kabaharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.

"Ada sembilan sektor ekonomi, sesuai instruksi Presiden, yang dibuka dalam new normal ini. Diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Termasuk membuka destinasi super prioritas dan wisata unggulan," kata jenderal polisi bintang tiga yang juga mengemban amanat sebagai Kaopspus Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 itu.

Menurut Komjen Pol Agus Andrianto, ada lima dari 10 destinasi wisata "Bali baru" yang akan dibuka bagi pengunjung. Lima destinasi wisata ini disebut juga destinasi super prioritas, yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB), Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Likupang di Sulawesi Utara.

"Hal tersebut juga sudah kami sampaikan ke jajaran melalui Vicon (video conference) hari Kamis minggu kemarin," kata Komjen Pol Agus Andrianto.

Ia menjelaskan, sektor pariwisata merupakan sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19, di mana ada kurang lebih 13 juta pekerja formal ditambah pekerja informal yang jumlahnya mencapai tiga kali lipat pekerja formal yang mengalami penurunan bahkan kehilangan pendapatan.

"Prinsipnya negara berkewajiban melindungi keselamatan masyarakat. Kita tidak mau rakyat lapar, terpapar, dan ekonomi terkapar. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan tatanan atau kebiasaan hidup baru," kata Komjen Pol Agus Andrianto mengulang pernyataan Presiden Joko Widodo. (*/IN-001)

Kabaharkam Polri Terima Audensi Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden

JAKARTA - Kantor Staf Presiden lakukan audiensi dengan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, bertempat di Ruang Kerja Kabaharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.

Dalam kesempatan ini, KSP diwakili oleh Irjen Pol (Purn) Hengkie Kaluara (sebagai Tenaga Ahli Utama KSP), Marsda (Purn) Warsono (Tenaga Ahli Utama), dan Mayjen TNI (Purn) Winston Simanjuntak (Tenaga Ahli Utama). Sementara Kabaharkam Polri didampingi oleh Irjen Pol Risyapudin Nursin (Kakorbinmas Baharkam Polri) dan Kombes Pol Hendi Handoko (Kabagopsnalev).

Audiensi ini dilakukan sebagai bentuk silaturahmi dan koordinasi Tim KSP dan Baharkam Polri dalam rangka verifikasi data dan kesiapan menghadapi kebijakan kenormalan baru (new normal).

Adapun verifikasi data yang dibutuhkan oleh KSP terkait: data orang miskin baru (pengangguran); pemetaan terkait kawasan industri yang merumahkan/PHK karyawannya; serta kesiapan TNI-Polri dalam rangka mengamankan pembukaan sentra perekonomian yang akan dilaksanakan dalam kebijakan kenormalan baru.

"Ada beberapa tugas khusus yang perlu ditindaklanjuti. Informasi yang detail dari Polri, karena Polri banyak berhubungan dengan masyarakat. Kenapa Baharkam? Karena ujung tombak preventif, preemtif, serta pembinaan teritorial Polri, ada di Baharkam," jelas Hengkie Kaluara.

Sementara itu Kabaharkam Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan bahwa kehadiran Polri ditengah-tengah masyarakat apalagi dalam situasi bencana/pandemi juga merupakan representasi kehadiran ditengah-tengah masyarakat.

"Kehadiran TNI Polri membantu masyarakat apalagi dalam situasi bencana ini merupakan wujud representasi kehadiran negara ditengah-tengah masyarakat", ujar Komjen Agus.

Lebih lanjut Jenderal bintang 3 yang juga menjabat sebagai Kaopspus Aman Nusa II 2020 mengatakan bahwa awalnya Polri juga mengalami kendala terkait data namun atas instruksi Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz Polri bergerak cepat mendata dan sekaligus memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19.

"Sampai hari ini jajaran Polri terus mendistribusikan sembako kepada masyarakat, karena kita tidak ingin ada saudara-saudara kita yang mengalami kelaparan, karena kita semua tau salah satu akar penyebab timbulnya kejahatan itu kelaparan dan kemiskinan, kita harus antisipasi karena ini berkaitan erat dengan pemeliharaan kamtibmas" tutur Komjen Agus.

Jajaran Polri selalu merespon cepat baik situasi dilapangan maupun arahan yang diberikan langsung oleh Presiden Jokowi dalam rapat-rapat terbatas.

"Kita langsung respon cepat dan keluarkan jukrah ke jajaran kewilayahan untuk akselerasi kebijakan pemerintah", tutur Komjen Agus.

Saat ini Polri juga mendukung program ketahanan pangan sebagai upaya penguatan ekonomi nasional dengan menumbuhkan semangat masyarakat produktif dan terus berkordinasi dengan seluruh Kementerian/Lembaga terkait agar pangkalan data bisa disingkronisasi dan tidak tumpang tindih.

Terkait kamtibmas dan penegakan hukum selama pandemi, Polri sudah menangani 107 kasus hoax dan menindak pelakunya, hal-hal yang berkembang di masyarakat seperti penolakan jenazah, pengambilan paksa jenazah juga sudah kami instruksikan agar ditindak.

"Untuk sektor lain seperti pariwisata, Polri akan membantu penuh agar pariwisata Indonesia kembali menggeliat karena ini mempengarhui banyak aspek mulai dari sektor-sektor yang bergerak dibidang akomodasi, UMKM yang selalu hadir di setiap objek wisata" Ujar mantan Kapolda Sumut ini.

Kabaharkam Polri juga mengatakan bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam memulihkan ekonomi harus didukung penuh, baik itu turun langsung membantu menggerakkan ekonomi masyarakat maupun mengawal langsung kebijakan pemerintah agar tidak terjadi penyimpangan.

"TNI-Polri akan selalu selalu bergandengan serta berkordinasi dengan seluruh stakeholder di pusat maupun didaerah guna memantapkan kebijakan New Normal karena vaksin Covid-19 yang sampai saat ini belum tersedia, sementara kita harus tetap survive dan produktif" tutup Komjen Agus. (*/IN-001)

Jumat, 12 Juni 2020

Wakili Kapolri Rapat Bersama Gugus Tugas, Kabaharkam Polri Sampaikan Perkembangan Kasus Ambil Paksa Jenazah Covid-19

JAKARTA - Kabaharkam Polri, Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH, MH, selaku Kaopspus Aman Nusa II-Penanganan COVID-19, mewakili Kapolri mengikuti rapat koordinasi virtual pimpinan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Tingkat Nasional dari Ruang Rapat Baharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 12 Juni 2020.

Rapat yang dipimpin Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, ini beragendakan: kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19; isu masyarakat dibayar oleh rumah sakit untuk mengaku pasien COVID-19; penolakan masyarakat atas Rapid Test; dan peningkatan kasus positif di beberapa daerah.

Terkait penindakan hukum kepada masyarakat yang mengambil paksa jenazah pasien COVID-19, Kabaharkam Polri menerangkan, sudah ada empat laporan kepolisian (LP) dan 10 tersangka sudah ditangkap.

"Dari para pelaku yang sudah dilakukan pengkapan, ada beberapa tersangka reaktif COVID-19," ungkap Komjen Pol Agus Andrianto.

Sedangkan untuk kasus ujaran kebencian dan berita bohong, pihak kepolisian telah menangani sebanyak 107 kasus dengan 107 tersangka.

Selain melakukan penegakan hukum, Kabaharkam Polri menjelaskan, Kapolri juga telah memerintahkan jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasien yang meninggal dunia apakah positif COVID-19 atau negatif sehingga tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.

Adapun untuk pelaksanaan Rapid Test, Polri telah mengeluarkan petunjuk dan arahan kepada jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memrioritaskan kepada masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan pasien COVID-19 sehingga tidak menimbulkan penolakan.

"Untuk usia rentan diprioritaskan melakukan pemeriksaan Swab Test," imbuh Komjen Pol Agus Andrianto.

Rakor tersebut juga diikuti oleh Menko Polhukam, Menkes, Jaksa Agung, Kasum TNI, para Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, para Koordinator Bidang-Bidang dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, serta Koordinator Sub Bidang Gakkum dan anggota. (*/IN-001)

Selasa, 09 Juni 2020

Ikuti Arahan Prabowo, Gerindra Medan: Lengserkan Pemerintahan Yang Sah Sama Saja Makar

MEDAN - Isu untuk melengserkan Jokowi dianggap berlebihan dan tidak beralasan. Sebab, hingga saat ini tidak ada indikasi pelanggaran hukum maupun konstitusi yang dilakukan Jokowi. Hal itu diungkapkan Sekretaris DPC Gerindra Kota Medan, John Sari Haloho kepada Kantor Berita RMOLSumut, Minggu (7/6).

"Berdasarkan Pasal 7A U-ndang-Undang Dasar atau UUD 1945, presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Hal ini jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela," katanya.

Bencana Covid-19 yang turut dijadikan alasan pelengseran presiden juga tidak relevan. Sebab menurutnya, penanganan pemerintah Indonesia masih lebih baik jika dibanding dengan beberapa negara lain yang juga terdampak.

"Kami kader Partai Gerindra selalu taat asas dan konstitusi sesuai instruksi dari Ketua Umum kami, Bapak Prabowo Subianto. Kami akan mendukung pemerintahan yang sah yang dipilih rakyat dan dilantik secara konstitusional dan ikut mengamankan jalannya roda pemerintahan untuk kemakmuran dan keadilan rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia juga berharap agar orang-orang maupun pihak-pihak yang mencoba melengserkan pemerintahan yang sah agar berpikir lebih jernih.

"Ini sama dengan makar, jadi agar menahan diri saja," pungkasnya. (*/IN-001)

Sabtu, 06 Juni 2020

Didakwa Makar, 7 Warga Papua Dituntut 5 Hingga 17 Tahun Penjara

JAKARTA - Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap dua dari tujuh terdakwa kasus makar Papua, yakni Irwanus Uropmabin dan Buktar Tabuni, Selasa (2/6/2020). Jaksa menuntut Irwanus dan Buktar Tabuni hukuman penjara 5 tahun dan 17 tahun masing-masing. Tuntutan itu pun dianggap menyimpang dan tidak berdasarkan pada fakta persidangan.

Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menegaskan tuntutan jaksa harus ditinjau kembali.

"Karena ini justru negara menjustifikasi rasialisme dan Papua phobia. Ini sudah tidak adil. Injustice!" katanya, Jumat (5/6/2020)

Menurutnya keadilan itu tidak berlaku di dalam hukumnya penguasa, betapa pun para penguasa saat ini menebar senyum dan kata yang manis dalam bingkai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Saya mau tegaskan kepada Presiden Jokowi, jaksa dan hakim bahwa mereka adalah korban rasisme yang melakukan perlawanan terhadap antirasialisme," ujarnya.

Sementara itu advokat dari Tim Koalisi Penegakan Hukum dan HAM untuk Papua Wehelmina Morin mengatakan tuntutan ini merupakan tuntutan paling tinggi yang pernah diajukan jaksa di antara para Tahanan Politik (Tapol) lainnya yang dikriminalisasi setelah memprotes tindakan rasisme terhadap orang Papua yang terjadi di Surabaya dan beberapa daerah lain pada Agustus 2019.

"Mirisnya, para pelaku rasisme hanya divonis selama 5 bulan penjara dan otomatis langsung bebas karena telah menjalani masa hukuman," katanya, Jumat (5/6/2020).

Berikut bunyi kutipan tuntutan JPU Kejaksaan Tinggi Papua terhadap Buchtar Tabuni yang dibacakan pada persidangan, Selasa 2 Juni 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan:

". . . satu, menyatakan terdakwa Buchtar Tabuni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana kami dakwakan terhadap terdakwa dalam dakwaan Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Buchtar Tabuni berupa pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan".

Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara karena dianggap terlibat mengakomodir massa dalam aksi unjuk rasa mengecam ujaran rasisme di Kota Jayapura, Agustus 2019. Padahal Buchtar Tabuni tidak pernah hadir di lapangan saat aksi 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019.

Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Andi Muttaqien menilai surat tuntutan yang disusun oleh jaksa tersebut tidak beralasan karena tidak didasarkan pada bukti dan fakta-fakta persidangan.

Terkait dengan keterangan Ahli misalnya, jaksa lebih banyak mengutip dari BAP ahli yang disusun oleh penyidik pada saat proses penyidikan, bukan dari fakta persidangan.

Jaksa juga sama sekali mengabaikan dan tidak mempertimbangkan saksi-saksi meringankan (a de charge) dan ahli-ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa seperti Dr. Adriana Elizabeth, M.Sos (LIPI), Dr. Tristam P. Moeliono, S.H., LL.M (Ahli Hukum Universitas Parahyangan) dan Dr. Herlambang P. Wiratraman (Ahli Hukum HAM Universitas Airlangga).

Padahal surat tuntutan, menurut Adami Chazawi, dalam bukunya berjudul Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum harus didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan.

Seharusnya juga mempertimbangkan situasi sosiokultural yang melatarbelakangi, yaitu insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua yang menjadi dasar utama terseretnya para terdakwa dalam perkara ini.

Selama ini dalam melakukan tugas penuntutan atas kasus-kasus yang ditanganinya, Kejaksaan terikat pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:PER-036/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

Dalam rangka menyusun surat tuntutan pidana (requsitoir) misalnya, terutama dalam menetapkan jenis dan beratnya pidana harus dilakukan secara berjenjang, yaitu menyampaikan Rencana Tuntutan (rentut) terlebih dahulu kepada Kasi Pidum, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Jaksa Agung sesuai dengan tingkat keseriusan perkara dan tingkat pengendalian.

Andi meminta JPU juga lebih bijaksana dalam menyusun tuntutan hukum sesuai fakta dan menjunjung tinggi profesionalitas terhadap lima terdakwa lainnya yang sedang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, seperti Agus Kossay, Steven Itlay, Ferry Kombo, Alexander Gobay, dan Hengky Hilapok.

"Kami minta Jaksa Agung meninjau kembali tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap Buhtar Tabuni dan Irwanus Uropmabin, karena tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan," ujarnya.

Ia juga berharap hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo lebih bijak dalam mengadili dan memutus perkara dengan mempertimbangkan hal-hal yang terungkap di persidangan. Tujuh tersangka yang dituntut adalah Buchtar Tabuni 17 tahun, Agus Kossay 15 tahun, Stevanus Itlai 15 Tahun, Alexander Gobay 10 tahun, Ferry Kombo 10 Tahun, Irwanus Uropmabin 5 Tahun, dan Hengki Hilapok 5 tahun. (IN-001)
© Copyright 2018 INFONEWS.CO.ID | All Right Reserved