JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah menilai anggota DPR Arteria Dahlan keliru memahami perbedaan antara barang sitaan dengan rampasan. Menurut dia, hal itu membuat Arteria salah mengambil kesimpulan ketika menyatakan ada barang sitaan KPK yang tidak masuk kas negara.
"Pernyataan ini kami duga berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan," kata Febri Diansyah, Kamis, 10 Oktober 2019, seperti dikutip dari tempo.co.
Sebelumnya, dalam acara Mata Najwa di sebuah stasiun televisi swasta nasional, Arteria menuding KPK tak menyetorkan hasil penyitaan dan perampasan kasus korupsi ke kas negara. Menurut Arteria, barang sitaan dan rampasan itu ada yang berupa emas batangan, kebun sawit dan motor gede.
Ia berdalih keberadaan Dewan Pengawas KPK diperlukan agar hal ini tidak terjadi lagi. "Berita acara sita-rampas, emas batangan diambil seolah-olah ada title KPK, kemudian uang dirampas, tapi ternyata tidak masuk kas negara, ini gunanya Dewan Pengawas," ujar politikus PDIP tersebut.
Febri menjelaskan beda antara penyitaan dan perampasan. Ia mengatakan KPK melakukan penyitaan dalam proses penyidikan. Sementara, keputusan untuk merampas harta benda tersebut tergantung dari putusan hakim di pengadilan. Hakim dapat membuat keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan perampasan. "Dalam kondisi tertentu hakim dapat memerintahkan dilakukan perampasan, atau digunakan untuk perkara lain, atau dikembalikan pada pemiliknya," kata Febri.
Soal emas batangan, Febri mencontohkan kasus korupsi pembangunan pasar dengan terdakwa Wali Kota Madiun Bambang Irianto. Saat penyidikan, KPK menyita emas batangan seberat 1 kilogram. Namun, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memerintahkan barang sitaan tersebut dikembalikan kepada Bambang. "Justru salah jika KPK melakukan tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan tersebut," kata Febri.
Febri mengatakan KPK juga pernah menyita kebun kelapa sawit dalam kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Dalam putusannya, hakim memerintahkan perampasan aset tersebut untuk negara. KPK, kata dia, kemudian melakukan perampasan dan melelangnya bersama Kementerian Keuangan.
Febri berujar KPK juga tengah menyita delapan unit motor gede dalam kasus tindak pidana pencucian uang Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief. Hingga sekarang, kasus itu masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap, KPK menyita motor Harley Davidson.
Pengadilan Tipikor Medan kemudian memutuskan perampasan terhadap tersebut. KPK masih melelang motor tersebut dengan taksiran harga Rp285 juta. "Dari uraian itu, KPK meyakini tindakan penyitaan dilakukan sah secara hukum," kata Febri. (*/IN-001)
"Pernyataan ini kami duga berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan," kata Febri Diansyah, Kamis, 10 Oktober 2019, seperti dikutip dari tempo.co.
Sebelumnya, dalam acara Mata Najwa di sebuah stasiun televisi swasta nasional, Arteria menuding KPK tak menyetorkan hasil penyitaan dan perampasan kasus korupsi ke kas negara. Menurut Arteria, barang sitaan dan rampasan itu ada yang berupa emas batangan, kebun sawit dan motor gede.
Ia berdalih keberadaan Dewan Pengawas KPK diperlukan agar hal ini tidak terjadi lagi. "Berita acara sita-rampas, emas batangan diambil seolah-olah ada title KPK, kemudian uang dirampas, tapi ternyata tidak masuk kas negara, ini gunanya Dewan Pengawas," ujar politikus PDIP tersebut.
Febri menjelaskan beda antara penyitaan dan perampasan. Ia mengatakan KPK melakukan penyitaan dalam proses penyidikan. Sementara, keputusan untuk merampas harta benda tersebut tergantung dari putusan hakim di pengadilan. Hakim dapat membuat keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan perampasan. "Dalam kondisi tertentu hakim dapat memerintahkan dilakukan perampasan, atau digunakan untuk perkara lain, atau dikembalikan pada pemiliknya," kata Febri.
Soal emas batangan, Febri mencontohkan kasus korupsi pembangunan pasar dengan terdakwa Wali Kota Madiun Bambang Irianto. Saat penyidikan, KPK menyita emas batangan seberat 1 kilogram. Namun, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memerintahkan barang sitaan tersebut dikembalikan kepada Bambang. "Justru salah jika KPK melakukan tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan tersebut," kata Febri.
Febri mengatakan KPK juga pernah menyita kebun kelapa sawit dalam kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Dalam putusannya, hakim memerintahkan perampasan aset tersebut untuk negara. KPK, kata dia, kemudian melakukan perampasan dan melelangnya bersama Kementerian Keuangan.
Febri berujar KPK juga tengah menyita delapan unit motor gede dalam kasus tindak pidana pencucian uang Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief. Hingga sekarang, kasus itu masih dalam proses penyidikan. Dalam kasus Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap, KPK menyita motor Harley Davidson.
Pengadilan Tipikor Medan kemudian memutuskan perampasan terhadap tersebut. KPK masih melelang motor tersebut dengan taksiran harga Rp285 juta. "Dari uraian itu, KPK meyakini tindakan penyitaan dilakukan sah secara hukum," kata Febri. (*/IN-001)
FOLLOW THE INFONEWS.CO.ID AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow INFONEWS.CO.ID on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram